Mahasiswa Dan Ideologi

Kampus merupakan tempat berbagai macam ideologi berkumpul dan bercampur aduk.  Mulai dari ideologi keagamaan sampai ideologi sekuler. Mahasiswa merupakan sasaran empuk yang sangat mudah dirasuki oleh ideologi-ideologi tersebut karena pemikiran mereka yang cenderung jernih dan lugu. Untuk itulah jargon “siapa cepat dia dapat!” merupakan tolak ukur yang tepat untuk menggambarkan mengapa kita harus menyanbut mahasiswa baru dengan acara yang terkemas rapi. Semakin kita dapat melakukan sambutan yang baik  kepada mereka, maka akan semakin besar pula kita untuk dapat merasuki ideologi tertentu ke dalam pikiran mereka.
Mahasiswa dan ideologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sejarah mencatat bahwa ideologi mahasiswa mampu meruntuhkan rezim yang pada akhirnya mampu mengubah garis sejarah. Mahasiswa adalah kaum intelektual yang merupakan pioneer perjuangan yang memperjuangkan nasib rakyat dan kaum tertindas.
Ideologi adalah prinsip, adalah keyakinan yang mengarahkan perilaku mahasiswa. Pada umumnya ideologi dijadikan pijakan untuk mereka berbuat, bertindak demi kebaikan orang banyak. Meskipun begitu, tetap ada pengecualian, tetap ada yang tidak memiliki prinsip dalam menjalani hari-hari di kampus yang penuh dengan anomali. Mereka inilah biasanya yang akan menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, mahasiswa yang standar.
Jika berbicara sumber daya manusia, sebenarnya masih banyak di luar sana yang berpendidikan lebih tinggi dengan pengalaman yang lebih mumpuni. Misalnya mereka yang duduk di dalam bangunan-bangunan kenegaraan yang seharusnya mengurus kepentingan rakyat. Tapi inilah mahasiswa, terpanggil untuk berjuang. Bergerak dengan energi moral, energi murni tanpa kepentingan ekonomi dan politik. Juga tanpa egoisme untuk senantiasa menuntut hak.  Tugasnya hanya sederhana,  menuntut, menjadikan mereka yang sewenang-wenang terbangun dari mimpi panjangnya dan memikirkan masalah manusia dan kemanusiaan dengan lebih baik. Mahasiswa datang datang dengan seperangkat sound system dan panji-panji yang di sana terlukis idealisme tentang apa yang seharusnya terjadi.
Ibarat dua sisi mata uang, ideologi memang tak selamanya bisa dipertahankan dan diwujudkan karena seringkali berbenturan dengan hal-hal yang pragmatis, termasuk permasalahan biaya kuliah. Bagi mahasiswa yang duduk di bangku PTN, adalah hal yang pantas disyukuri masih bisa “sedikit’ menikmati kemurahan meskipun tak sepenuhnya murah. Pendidikan hari ini bukan lagi menjadi hak penuh bagi warga Negara Indonesia.
Masih banyak tugas dan tanggung jawab dari mahasiswa yang harus diperjuangkan dan tentu saja itu tidak mudah. Karenanya dibutuhkan usaha dan ideologi yang kuat, yang berpihak pada kemanusiaan dan memperjuangkan keterbelakangan dan ketertindasan.
Perjuangan Mahasiswa harus terus dilanjutkan.
Hidup Mahasiswa…!

Komentar